Saya Ingin Punya Cerita

Ketika saya masih kecil, saya sering mendengarkan cerita ibu saya tentang pengalamannya bersama Tuhan di mission field. Saya ingin punya cerita juga..

Beberapa tahun kemudian saya mendengarkan cerita dari teman-teman misionaris lainnya. Mereka punya cerita yang luar biasa berjalan bersama Tuhan. Apakah saya juga akan punya cerita? Hati saya terpanggil untuk bergabung dalam pelatihan 1000 MM, karena saya ingin punya cerita.

Saya dan partner saya, Nerla Situmorang, ditempatkan di ladang penginjilan yang luar biasa indah, Danau Toba. Tepatnya di Desa Parmonangan – Lontung, Pulau Samosir, Sumatera Utara.   Desa ini cukup luas dan 90% penduduknya menganut agama Khatolik, sisanya Protestan dan tidak ada anggota Advent di sana..

Banyak sekali mujizat yang Tuhan buat selama kami di sana; kami menemukan orang-orang yang haus belajar Alkitab, tidak ada uang lagi untuk pulang tapi Tuhan menyediakan tumpangan, sayur yang berlimpah, seorang bapak yang sakit kanker sembuh oleh kuasa doa, kami diijinkan mengajar agama Kristen di sebuah SD, dan lainnya. Tapi itu hanya mujizat “kecil”, saya tetap menunggu cerita itu. Saya berdoa dengan sungguh-sungguh untuk mendapatkan cerita dari Tuhan.

Desa Parmonangan terlalu luas sedangkan masih banyak orang-orang yang belum mengetahui kebenaran. Meskipun mereka rajin ke gereja, banyak yang belum mengetahui cerita tentang Musa, Kejatuhan manusia, dll. Kami berpendapat, adalah penting untuk meninggalkan sesuatu yang bermanfaat di tempat ini karena waktu kami hanya sebentar.

Muncullah ide untuk membangun sebuah perpustakaan yang diharapkan nantinya berisikan buku-buku Roh Nubuat. Disusunlah proposal pembangunan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) dengan judul “1000 Buku untuk Samosir.” Puji Tuhan, program ini direspon positif oleh saudara-saudara seiman. Sumbangan buku berdatangan dari Medan, Jakarta, Lampung, Bandung dan banyak tempat lainnya. Ada juga yang menyumbangkan uang untuk pembelian buku-buku. Kami juga sudah mendapatkan tanah dari kepala desa. Tapi bangunannya belum ada, uang kami belum cukup. Uang yang ada malah kami belikan rak buku padahal bangunan belum ada.

Sudah 4 bulan program ini berjalan, kami belum juga membangun. Buku-buku sudah banyak terkumpul dan sebagian besar adalah buku-buku rohani. Tiba saatnya kami mengadakan kebaktian kebangunan rohani. Proposal dikirimkan kembali dengan judul yang berbeda “Pengharapan untuk Samosir” dan pengharapan itu ternyata juga menjadi bagiankami. Puji Tuhan KKR berjalan dengan lancar dan kami masih punya kelebihan dana dan itu sangat cukup untuk membangun Taman Bacaan Masyarakat berukuran 3×6 meter. Bahkan dengan dana yang lebih itu kami dapat membelikan Alkitab untuk setiap anak, membuat taman dan membeli tempat sampah.

Saatnya membangun! Waktu kami di Parmonangan hanya tersisa 2 minggu lagi. Kerangka bangunan sudah ada, tapi tanah untuk lantai belum diisi. Lalu kami bertanya ke tukang bangunan mengapa lantai belum diisi. Jawaban mereka membuat kami kaget, “Di mana-mana yang punya rumah itu yang sisi tanahnya.” Kami tak mau berdebat, padahal kami sudah membayar tukang-tukang itu untuk bekerja sampai selesai. Kami tahu Tuhan mau kami turut andil dalam pembangunan itu. Selama beberapa hari yang sisa, kami mencari batu di sungai, di jalan, di hutan, dll. Kami hanya dibantu oleh 2 anak perempuan dan 2 anak laki-laki. Batu-batu sudah mulai banyak terkumpul tetapi kami juga harus mencari pasir. Ketika kami sedang di sungai mencari batu-batu, tiba-tiba ada rombongan bulldozer melewati desa kami. Di ujung desa sebelah akan dibangun jembatan yang menghubungkan jalan keliling pulau Samosir yang terputus. Bulldozer tersebut kemudian berhenti di sebelah TBM kami karena akan disewa oleh penduduk yang mau membangun rumahnya. Ibu desa memberitahu penduduk harus membayar uang sekitar 4 juta Rupiah untuk sewa bulldozer. Uang kami sudah tidak cukup untuk itu, bahkan untuk membeli pasir sekalipun. Uang kami hanya tersisa 500 ribu Rupiah dan itu akan kami gunakan untuk membeli cat, perlengkapan TBM, laporan dan ongkos kami pulang ke Medan. Jadi kami hanya pasrah. Banyak orang yang sedang menonton pengerukan tanah dengan sang bulldozer, yang kami pikir Tuhan akan pakai orang-orang tersebut untuk menolong kami ketika mereka melihat kami mengangkat batu dan mencari tanah. Tetapi tidak, mereka hanya melihat kami dan bergumam, “Wah rajin ya,” kemudian pergi.

Beberapa waktu kemudian, ketika kami sedang mulai mencari pasir, si empunya bulldozer itu mundur ke arah kami. Kami dapat melihat wajahnya yang kebingungan mengapa dia harus mundur lalu bertanya kepada ibu desa tentang keberadaan bapak desa. Di situlah kesempatan ibu desa untuk memohon bantuan kepadanya. Ibu desa berjanji untuk membayar semampunya, dan meminta cukup satu kali saja pengerukan tanah untuk TBM kami. Bapak tersebut tidak yakin akan membantu karena hari sudah hampir gelap. Mereka harus memburu waktu untuk bisa tiba ke tempat tujuan sedangkan pengerukan tanah untuk rumah di samping TBM kami belum juga selesai.

Tetapi kami belum beranjak, kami yakin Tuhan akan membantu kami. Tiba-tiba, sekitar pukul 17.45 WIB, bulldozer itu mundur ke arah kami. Kami begitu semangat, dan puji Tuhan kami melihat tangan

Tuhan membantu kami mengeruk tanah, bukan hanya 1 kali, tapi 3 kali, bahkan kami tidak perlu membayarnya. Tuhan tahu tangan kami tidak sanggup untuk mengeruk tanah dalam waktu yang singkat, Tuhan tahu tangan orang-orang yang kami harapkan untuk membantu kami itu tidak sanggup untuk mengeruk tanah itu dalam waktu sehari, Tuhan tahu waktu kami sudah tidak cukup lagi. Tuhan pun mengirimkan sebuah tangan yang besar untuk membantu kami, bulldozer.

Ayub 42:5, “Hanya dari kata orang saya aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau.”

Dulu, hanya dari cerita orang saja saya mendengar betapa dahsyat dan luar biasanya Tuhan itu. Hari itu, dengan mata saya sendiri saya melihat tangan Tuhan menolong saya. Puji Tuhan, saya mendapatkan cerita yang luar biasa di akhir tugas saya di ladang penginjilan. Ini cerita saya, apa cerita kamu?

Tuhan memberkati.

-Melani Lisal-

1 Comment

Filed under Kesaksian

One response to “Saya Ingin Punya Cerita

  1. Anton

    Amin. Terima kasih atas kesaksian yang begitu menguatkan.

Leave a comment